Pasal 1
(2) Kedaulatan berada di tangan
rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.
(3) Negara Indonesia adalah
negara hukum.
Pasal 3
(1) Majelis Permusyawaratan
Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang
Dasar.
(3) Majelis Permusyawaratan
Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.
(4) Majelis Permusyawaratan
Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil
Presiden dalam masa jabatannya
menurut Undang-Undang Dasar.
Pasal 6
(1) Calon Presiden dan calon
Wakil Presiden harus warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah
menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati
negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan
kewajibannya sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
(2) Syarat-syarat untuk menjadi
Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut dengan undang-undang.
Pasal 6A
(1) Presiden dan Wakil Presiden
dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.
(2) Pasangan calon Presiden dan
Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik
peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.
(3) Pasangan calon Presiden dan
Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih lama dari lima
puluh presiden dari jumlah suara
dalam pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.
(5) Tata cara pelaksanaan
pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur dalam
undang-undang.
Pasal 7A
Presiden dan/atau Wakil Presiden
dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat atas usul
Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah
melakukan pelanggaran hukum
berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat
lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi
syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Pasal 7B
(1) Usul pemberhentian Presiden
dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada
Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan
kepada Mahkamah Agung untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan pendapat Dewan
Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan
pelanggaran hukum berupa penghiatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak
pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden
dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau
wakil residen.
(2) Pendapat Dewan Perwakilan
Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum
tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau
Wakil Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan
Perwakilan Rakyat.
(3) Pengajuan permintaan Dewan
Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan
dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat
yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurangkurangnya 2/3 dari
jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
(4) Mahkamah Konstitusi wajib
memeriksa, mengadili, dan memutuskan dengan seadil-adilnya
terhadap pendapat Dewan
Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari setelah permintaan
Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi.
(5) Apabila Mahkamah Konstitusi
memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan
pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan,
tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden
dan/atau Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan siding
paripurna untu merumuskan usul perberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden
kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(6) Majelis Permusyawaratan
Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul
Dewan Perwakilan Rakyat tersebut
paling lama tiga puluh hari sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usul
tersebut.
(7) Keputusan Majelis
Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian Presiden dan/atau
Wakil Presiden harus diambil
dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat yang
dihadiri oleh sekurang-kurangnya
¾ dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurangkurangnya
2/3 dari jumlah anggota yang
hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan
penjelasan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Pasal 7C
Presiden tidak dapat membekukan
dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 8
(1) Jika Presiden mangkat,
berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya
dalam masa jabatannya, ia digantikan
oleh Wakil Presiden sampai masa jabatannya.
(2) Dalam hal terjadi kekosongan
Wakil Presiden, selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari, Majelis
Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Wakil Presiden
dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden.
Pasal 11
(2). Presiden dalam membuat
perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar
bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau
mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Ketentuan lebih lanjut
tentang perjanjian internasional diatur dengan undang-undang.
Pasal 17
(4) Pembentukan, pengubahan, dan
pembubaran kementrian negara diatur dalam undangundang
BAB VIIA
DEWAN PERWAKILAN
DAERAH
Pasal 22C
(1) Anggota Dewan Perwakilan
Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum.
(2) Anggota Dewan Perwakilan
Daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah Seluruh anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota Dewan
Perwakilan Daerah.
(3) Dewan Perwakilan Daerah
bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.
(4) Susunan dan kedudukan Dewan
Perwakilan Daerah diatur dengan undang-undang.
Pasal 22D
(1) Dewan Perwakilan Daerah dapat
mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Rancangan Undang-undang yang
berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan
pemakaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber
daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat
dan daerah.
(2) Dewan Perwakilan Daerah ikut
membahas Rancangan undang-undang yang berkaitan
dengan otonomi daerah; hubungan
pusat dan daerah; pembentukan pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan
sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan
pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat
atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan
Rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
(3) Dewan Perwakilan Daerah dapat
melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang
mengenai: otonomi daerah,
pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan
anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan
hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan
untuk ditindaklanjuti.
(4) Anggota Dewan Perwakilan
Daerah dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya
diatur dalam undang-undang.
BAB VIIB
PEMILIHAN UMUM
Pasal 22E
(1) Pemilihan umum dilaksanakan
secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap
lima tahun sekali.
(2) Pemilihan umum
diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
(3) Peserta pemilihan umum untuk
memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
adalah partai politik.
(4) Peserta pemilihan umum untuk
memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan.
(5) Pemilihan umum
diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap
dan mandiri
(6) Ketentuan lebih lanjut
tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang.
Pasal 23
(1) Anggaran pendapatan dan
belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara
ditetapkan setiap tahun dengan
undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggungjawab untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
(2) Rancangan undang-undang
anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden
untuk dibahas bersama Dewan
Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah.
(3) Apabila Dewan Perwakilan
Rakyat tidak menyetujui Rancangan anggaran pendapatan dan
belanja negara yang diusulkan
oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
tahun yang lalu. Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan
negara diatur dengan undangundang.
Pasal 23C
Hal-hal lain mengenai keuangan
negara diatur dengan undang-undnag.
BAB VIIIA
BADAN PEMERIKSA
KEUANGAN
Pasal 23E
(1) Untuk memeriksa pengelolaan
dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu badan Pemeriksa
Keuangan yang bebas dan mandiri.
(2) Hasil pemeriksa keuangan
negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,sesuai dengan kewenangnnya.
(3) Hasil pemeriksaan tersebut
ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai
dengan undang-undang.
Pasal 23F
(1) Anggota Badan Pemeriksa
Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan
Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden.
(2) Pimpinan Badan Pemeriksa
Keuangan dipilih dari dan oleh anggota.
Pasal 23G
(1) Badan Pemeriksa Keuangan
berkedudukan di Ibukota negara, dan memiliki perwakilan di
setiap provinsi.
(2) Ketentuan lebih lanjut
mengenai Badan Pemeriksa Keuangan diatur dengan undang-undang.
Pasal 24
(1) Kekuasaan kehakiman merupakan
kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum
dan keadilan.
(2) Kekuasaan kehakiman dilakukan
oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang
berada di bawahnya dalam
lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan
militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi.
Pasal 24A
(1) Mahkamah Agung berwenang menjadi pada
tingkat kasasi, menguji peraturan perundangundangan di bawah undang-undang
terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh
undang-undang.
(2) Hakim agung harus memiliki
integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, professional, dan
berpengalaman di bidang hukum.
(3) Calon hakim agung diusulkan
Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk
mendapatkan persetujuan dan
selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.
(4) Ketua dan wakil ketua
Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung.
(5) Susunan, kedudukan,
keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung serta badan peradilan dibawahnya
diatur dengan undang-undang.
Pasal 24B
(1) Komisi Yudisial bersifat
mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung
dan mempunyai wewenang lain dalam
rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku
hakim.
(2) Anggota Komisi Yudisial harus
mempunyai pengetahuan dan pengalaman dibidang hukum
serta memiliki integritas dan
kepribadian yang tidak tercela.
(3) Anggota Komisi Yudisial
diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat.
(4) Susunan, kedudukan, dan
keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang-undang.
Pasal 24C
(1) Mahkamah Konstitusi berwenang
mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final
untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutuskan sengketa
kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang
Dasar, memutuskan pembubaran partai politik, dan memutuskan perselisihan
tentang hasil pemilihan umum.
(2) Mahkamah Konstitusi wajib
memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat
mengenai dugaan pelanggaran oleh
Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.
(3) Mahkamah Konstitusi mempunyai
sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang
diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan
Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden.
(4) Ketua dan Wakil Ketua
Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh Hakim konstitusi.
(5) Hakim konstitusi harus
memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang
menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat
negara.
(6) Pengangkatan dan
pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta ketentuan lainnya tentang
Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-undang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar